Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekarnoputri, menegaskan kembali komitmennya untuk melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menghadapi perlakuan tidak adil di luar negeri.

Megawati bahkan bersedia turun tangan langsung untuk memberikan perlindungan bagi pekerja migran. Salah satu contohnya adalah kasus pekerja migran di Rusia yang ditanganinya langsung untuk melindungi Warga Negara Indonesia.

Hal ini disampaikan dalam lokakarya bertajuk Kajian Kritis: Regulasi, Layanan dan Diplomasi Pekerja Rumah Tangga serta Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang diselenggarakan secara hybrid di Sekolah Partai, Lenteng Agung.

“Menyangkut persoalan yang sering dihadapi PMI, Ibu Mega turun tangan langsung. Contoh terbaru di Rusia, Ibu Mega langsung menghubungi Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia terkait repatriasi WNI,” bunyi pernyataan tersebut.

Megawati terus memperkuat komitmen perlindungan pekerja migran dengan membentuk Divisi Ketenagakerjaan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dalam struktur Partai untuk periode 2025-2030.

Selain itu, mantan Presiden itu juga menekankan bahwa mekanisme repatriasi pekerja migran harus dilakukan dengan cepat. Perlindungan bagi pekerja migran yang bermasalah tidak boleh tertunda dalam proses pemulangannya.

“Ibu Megawati menekankan, jika ada masalah, proses repatriasi jangan sampai tertunda,” tambah pernyataan itu.

Pesan yang konsisten disampaikan Megawati kepada seluruh kader PDI-P di seluruh Indonesia dan dewan pimpinan luar negeri adalah untuk terus menerapkan ideologi Pancasila sebagai pedoman dalam melindungi PMI.

“Terapkan ideologi Pancasila sebaik-baiknya dalam melindungi pekerja Indonesia. Karena menurut ideologi Pancasila, konstitusi kita telah menyatakan dan mengatur bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama di depan hukum dan pemerintahan,” bunyi pesan tersebut.

Arah Transformasi Kebijakan Ketenagakerjaan
Perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan memaparkan beberapa tantangan utama dalam ketenagakerjaan domestik.

Antara lain pengangguran dan ketidaksesuaian pendidikan-industri; dominasi sektor informal dan jaminan sosial yang lemah; serta belum adanya undang-undang khusus untuk pekerja rumah tangga karena RUU Pekerja Rumah Tangga belum disahkan, sehingga melemahkan perlindungan.

Lebih lanjut, dampak otomatisasi dan digitalisasi di dunia kerja telah mengurangi kebutuhan tenaga kerja. “Layanan publik ketenagakerjaan dan mekanisme pengaduan belum optimal, serta sistem layanan belum terintegrasi untuk sektor informal,” ujar perwakilan tersebut.

Perwakilan itu juga mengungkap arah transformasi kebijakan ketenagakerjaan nasional. Salah satunya adalah reformasi regulasi dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga, mulai dari penyiapan regulasi, perluasan jaminan sosial, hingga layanan publik ketenagakerjaan.

“Meningkatkan kualitas, keterampilan, dan martabat pekerja rumah tangga,” jelas perwakilan tersebut.

Dalam mengatasi tantangan pekerja rumah tangga, perwakilan mengatakan bahwa strategi dan kolaborasi yang harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat meliputi koordinasi lintas sektor dan pemerintah daerah; partisipasi organisasi pekerja rumah tangga dan LSM; integrasi data dan digitalisasi layanan; serta tentunya peningkatan kapasitas fungsional fasilitator, pengawas, dan mediator ketenagakerjaan.

Pada intinya, dalam menyelesaikan masalah pekerja rumah tangga, transformasi kebijakan ketenagakerjaan nasional merupakan langkah menuju keadilan sosial.

“Kementerian Ketenagakerjaan berkomitmen memberikan pekerjaan yang layak, memastikan perlindungan sosial, serta meningkatkan martabat dan kesejahteraan pekerja rumah tangga,” tegas perwakilan tersebut.

Seorang komisioner hak asasi manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak secara bebas dan tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan yang menghormati hak-hak dasar dan martabat manusia.

Serta memberikan penghasilan yang memadai bagi diri dan keluarganya, dan menjamin keamanan, kesehatan fisik dan mental, serta keselamatan.

“Termasuk hak kolektif untuk berserikat, berunding, dan memajukan perlindungan sosial,” papar komisioner tersebut.

Kepala Divisi Ketenagakerjaan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia PDI-P mengungkap sejumlah rekomendasi yang dapat dijalankan partainya dalam memberikan perlindungan bagi pekerja Indonesia, baik domestik maupun migran.

Dia menyatakan bahwa PDI-P perlu menegaskan posisi ideologisnya dan menampilkan diri sebagai partai yang pro-buruh, serta menyiapkan Sistem Manajemen Kasus Perlindungan Pekerja dan Migran Indonesia yang terintegrasi berbasis struktur partai dengan membentuk sayap partai.

“Memperkuat kapasitas kader dan relawan partai sebagai pendamping dan paralegal untuk sistem manajemen kasus, serta menjalankan fungsi integratif secara kolaboratif lintas multipihak untuk advokasi,”