Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus mempercepat upaya pengelolaan sampah seiring volume timbunan yang semakin mengkhawatirkan. Namun, Wakil Wali Kota Bandung menegaskan bahwa kondisi pengelolaan sampah di Kota Bandung belum masuk kategori darurat.
Dia menjelaskan bahwa langkah strategis yang ditempuh Pemkot Bandung untuk memperkuat pengelolaan sampah menunjukkan keseriusan pemerintah kota dalam menangani masalah klasik perkotaan ini. Kombinasi insinerasi, pengolahan maggot, dan program berbasis masyarakat membentuk formula baru menuju kota yang lebih bersih dan berkelanjutan.
“Belum darurat, alhamdulillah. Saat ini kita sudah punya 11 insinerator yang beroperasi di beberapa titik kota,” ujarnya dalam sebuah pertemuan di Balai Kota Bandung.
Dia mengungkapkan 11 mesin pengolah sampah berbasis teknologi thermal kini berfungsi di berbagai lokasi, antara lain di Banturengat (Bandung Kulon), Bakul Agamis, Cicukangholis, Sumur Bandung, TPS Patrakomala, Cinambo, UPT Alat Berat DSDADM, Lengkong, Sesko AD Buah Batu, Kiaracondong, Cibeunying, dan Antapani. Beberapa di antaranya, seperti di Lengkong dan Buah Batu, dibangun melalui skema investasi Wisang Geni yang melibatkan pihak ketiga.
Menurutnya, sebagian besar proyek insinerator ini dibiayai melalui kerja sama investasi swasta, dan Pemkot Bandung berencana menambah anggaran untuk memperkuat program tersebut melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026.
“Untuk memperluas cakupan pengolahan, kami sudah menyiapkan rencana tambahan anggaran di APBD tahun depan,” katanya.
Dia juga memaparkan bahwa produksi sampah Kota Bandung yang mencapai 1.496 ton per hari kini sudah mulai berkurang. Melalui optimalisasi insinerator dan penguatan program di tingkat masyarakat, sekitar 520 ton sampah telah berhasil direduksi.
“Kalau dulu pengiriman sampah ke TPA mencapai 1.140 ton, sekarang turun menjadi 980 ton. Artinya sudah ada pengurangan yang cukup signifikan,” ujarnya.
Sebagai langkah berkelanjutan, dia menyebut Pemkot Bandung terus memperkuat program Kawasan Bebas Sampah. Saat ini sudah ada lebih dari 400 kawasan bebas sampah, dan jumlah itu ditargetkan mencapai 700 kawasan pada akhir 2025.
“Selain insinerasi, kami juga mendorong program pengolahan maggot di 151 titik sampah organik. Wali Kota juga sudah merekrut 1.597 petugas pemilah sampah di tingkat RW,” katanya.
Petugas tersebut direkrut dari warga masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap pengelolaan sampah di lingkungannya.
“Kami fokus dari tingkat hulu. Kalau sampah bisa dipilah di tingkat RW, maka sampah organik bisa diolah lewat budidaya maggot, sedangkan sampah anorganik bisa dijual ke bank sampah atau dimusnahkan dengan mesin thermal,” jelasnya.
Meski berbagai program berjalan, pendampingan dan pelatihan bagi petugas pemilah sampah masih dalam proses.
“Pendampingan sedang berjalan, masih dalam prosedur. Kami terus memantau perkembangannya agar bisa segera efektif,” ujarnya.
Dia menambahkan, program pemilahan dan pendampingan masyarakat saat ini masih dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung melalui forum TPPS.
“Masih dibahas dengan dewan, karena belum sepenuhnya teranggarkan di APBD,” tambahnya.
Terkait kelayakan operasional, dia menegaskan bahwa semua insinerator yang digunakan sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Semua peralatan sudah memenuhi standar nasional. Meski ada surat edaran dari kementerian tentang pembatasan penggunaan insinerator, peralatan kami sudah sesuai SNI dan aman digunakan,” jelasnya.
Selain itu, Pemkot Bandung juga menjajaki kerja sama untuk memanfaatkan teknologi Refuse Derived Fuel (RDF) yang memungkinkan sampah kering diolah menjadi bahan bakar alternatif untuk pabrik semen.
“Ini sebelumnya dibahas dengan gubernur dan Kementerian Lingkungan Hidup, rencananya RDF ini akan dikirim ke pabrik semen di Sukabumi. Tapi kami masih memantau perkembangannya,” ujarnya.
Melalui kolaborasi semua unsur, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, dia optimis masalah sampah Bandung dapat diatasi secara bertahap dan terukur.
“Dari 520 ton sampah yang harus kita kelola setiap hari, semua pihak harus bergotong royong. Saya yakin dengan kolaborasi, penanganan ini bisa